Ancaman Hukum Penangkapan satwa yang Dilindungi: Termasuk Kepiting Tapal Kuda
Kepiting tapal kuda adalah satwa yang dilindungi oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ada ancaman hukum penangkapan satwa yang dilindungi.

Penasihathukum.com - Baru-baru ini sedang viral di media sosial harga kepiting tapal kuda. satwa ini memiliki darah biru yang dihargai jutaan rupiah per liternya. Namun, ada ancaman hukum penangkapan satwa yang dilindungi, jika menangkap kepiting tapal kuda.
Kepiting tapal kuda atau belangkas atau mimi, bisa ditemui di perairan laut Indonesia. Kendati demikian, satwa ini masuk dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MenLHK/Setjen/kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Apa ancaman hukum penangkapan satwa yang dilindungi?
Berikut ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang ancaman hukum penangkapan satwa yang dilindungi, salah satunya yaitu kepiting tapal kuda.
Ancaman hukum penangkapan satwa yang dilindungi diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal tersebut menjelaskan jika setiap orang dilarang untuk melakukan hal-hal seperti menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, serta menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
Setiap orang juga dilarang untuk mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia, serta memperniagakan, menyimpan, atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain dari satwa yang dilindungi, atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut, dan mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
Selain itu, dilarang juga untuk mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan, atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
Jika seseorang sengaja melanggar larangan-larangan tersebut, mereka bisa dikenakan sanksi pidana berupa penjara selama paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Namun, ada pengecualian untuk menangkap satwa yang dilindungi. Penangkapan hanya diperbolehkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.
Pengecualian juga bisa dilakukan jika satwa yang dilindungi tersebut membahayakan kehidupan manusia atau menimbulkan gangguan atau keresahan terhadap ketentraman hidup manusia, atau menyebabkan kerugian materi seperti rusaknya lahan, tanaman, atau hasil pertanian.
Contoh Kasus Penangkapan Kepiting Tapal Kuda
Pada tahun 2017 lalu, 8 ribu kepiting tapal kuda ditangkap dari perairan Taman Nasional Sembilang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Kepiting tapal kuda tersebut akan diselundupkan ke Malaysia, tetapi berhasil digagalkan oleh Direktorat Polisi Air Polda Sumsel.
Pada tahun 2019, sebanyak 7 ribu kepiting tapal kuda akan diselundupkan ke Thailand, tetapi juga digagalkan oleh TNI AL ketika berpatroli di perairan Aceh Timur.
Pada Juni 2020, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menggagalkan penyelundupan 195 ekor kepiting tapal kuda yang akan dikirimkan ke Malaysia dan Cina.
Kemudian, pada Maret 2022 lalu, Direktorat Polairud Polda Sumut juga mengamankan nelayan asal Serdang Bedagai yang akan menjual sebanyak 154 ekor kepiting tapal kuda ke luar negeri.
Tak hanya itu, pada Januari 2023, seorang nelayan asal Belawan ditangkap karena menjual kepiting tapal kuda dimana ditemukan 180 ekor kepiting tapal kuda yang hendak dijual.