Beda dengan Daerah Lain, Begini Dasar Hukum Cambuk di Aceh
Dasar hukum cambuk di Aceh diatur dalam undang-undang di Indonesia.
Penasihathukum.com - Aceh merupakan daerah istimewa yang mempunyai otonomi khusus dalam menjalankan pemerintahannya. Salah satu yang paling menonjol adalah pada penerapan hukum, dimana di Aceh menerapkan hukum Islam. Salah satunya adalah hukum cambuk. Seperti apa dasar hukum cambuk di aceh?
Sebelum membahas tentang dasar hukum cambuk di Aceh, perlu diketahui jika meskipun menggunakan syariat Islam, Aceh memiliki dasar hukum yang diatur oleh undang-undang di Indonesia.
Tak ayal, Aceh menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan hukum cambuk untuk pelanggaran hukum tertentu. Dalam ulasan ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang dasar hukum cambuk di Aceh.
Hukuman cambuk di Aceh merupakan salah satu implementasi hukum Islam yang hanya diterapkan di provinsi ini. Keberadaan hukuman cambuk di Aceh tidak lepas dari status istimewa yang dimiliki oleh provinsi tersebut, yang diakui dan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional.
Landasan Hukum Penerapan Hukum Cambuk di Aceh
Penerapan hukum cambuk di Aceh diatur oleh sejumlah undang-undang yang memberikan otonomi khusus kepada provinsi ini untuk menerapkan syariat Islam. Undang-undang yang menjadi dasar hukum penerapan syariat Islam di Aceh meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 menggantikan UU Nomor 18 Tahun 2001 sebagai hasil dari perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dikenal sebagai MoU Helsinki, yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. UU ini mengatur berbagai aspek pemerintahan di Aceh, termasuk kewenangan untuk menerapkan syariat Islam sesuai dengan adat dan tradisi setempat.
Penerapan Hukum Cambuk di Aceh
Hukuman cambuk di Aceh mulai diterapkan kembali secara resmi pada 24 Juni 2005, di depan Masjid Agung Bireuen. Hukuman ini diberikan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah yang menjadi dasar bagi pelaksanaan syariat Islam di provinsi ini.
Dalam qanun tersebut, diatur pelanggaran-pelanggaran yang dapat dikenakan hukuman cambuk, seperti konsumsi alkohol (khamar), perjudian, dan perbuatan mesum. Hukuman cambuk di Aceh tidak hanya bertujuan untuk memberikan rasa sakit secara fisik, tetapi juga dimaksudkan untuk menimbulkan rasa malu pada pelaku karena eksekusi dilakukan di depan umum. Efek jera dari hukuman ini diharapkan dapat mencegah pelanggaran serupa di masa mendatang.
Hukuman cambuk di Aceh merupakan hasil dari penerapan syariat Islam yang telah lama menjadi bagian dari tradisi dan budaya masyarakat Aceh. Dasar hukumnya kuat, didukung oleh serangkaian undang-undang yang memberikan otonomi khusus bagi Aceh untuk menjalankan hukum Islam.
Penerapan hukuman ini berbeda dengan daerah lain di Indonesia, karena Aceh memiliki status keistimewaan yang unik dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.