Cara Mengajukan Permohonan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi

Cara mengajukan permohonan uji materiil ke MK. permohonan tersebut bisa diajukan oleh perorangan, kesatuan masyarakat hukum adat, dan badan hukum publik atau privat.

Cara Mengajukan Permohonan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi
Pemohon uji materiil (Sumber: Instagram @mahkamahkonstitusi)

Penasihathukum.com – Di negara demokrasi seperti di Indonesia, konstitusi adalah landasan hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Namun, tidak jarang ada undang-undang yang disahkan DPR dan ditandatangani oleh presiden yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu, diperlukan uji materiil. Seperti apa cara mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.

Sebelum mengetahui cara mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi, perlu dipahami jika permohonan tersebut bisa diajukan oleh perorangan, kesatuan masyarakat hukum adat, dan badan hukum publik atau privat.

Dengan memahami cara mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi, maka dapat menggunakan hak untuk memastikan jika undang-undang yang berlaku sudah sesuai dengan konstitusi serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

Uji materiil atau pengujian undang-undang disebut juga dengan judicial review, yaitu proses di mana Mahkamah Konstitusi atau terkadang Mahkamah Agung memeriksa apakah peraturan perundang-undangan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Tahapan Permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Proses pengajuan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terdiri dari beberapa tahapan utama. Berikut penjelasan yang lebih mudah dipahami mengenai tahapan-tahapan tersebut:

  1. Pengajuan Permohonan

Pemohon dapat mengajukan permohonan secara offline (luring) atau online (daring) melalui media elektronik. Untuk pengujian formil, permohonan harus diajukan maksimal 45 hari sejak undang-undang (UU) atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) diundangkan.

Dokumen yang diperlukan yaitu surat permohonan, fotokopi identitas pemohon, fotokopi identitas kuasa hukum dan surat kuasa (jika ada), dan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga (AD/ART) (jika berlaku).

Isi permohonan minimal mencakup identitas pemohon dan/atau kuasa hukum (nama, pekerjaan, kewarganegaraan, alamat rumah/kantor, dan email), kemudian uraian mengenai kewenangan MK dalam mengadili perkara pengujian UU, kedudukan hukum pemohon yang menjelaskan hak atau kewenangan konstitusional yang dianggap dirugikan, alasan permohonan (menjelaskan mengapa UU atau Perppu bertentangan dengan UUD 1945), petitum (tuntutan), berisi permintaan pemohon kepada MK

Dokumen pendukung di antaranya adalah salinan UU atau Perppu yang diuji, termasuk halaman depan dan halaman yang memuat tanggal pengundangan. Lalu, salinan UUD 1945. Dokumen digital (soft copy) dalam format .doc dan .pdf

  1. Persidangan

Jadwal persidangan diumumkan di laman MK. Persidangan dapat dilakukan secara offline, online, melalui video conference, atau media elektronik lainnya.

Tahapan persidangan meliputi pemeriksaan pendahuluan, dan pemeriksaan persidangan. Pada pemeriksaan pendahuluan, MK memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan. Tahap ini terdiri dari mendengar pokok-pokok permohonan dan pemeriksaan perbaikan permohonan serta pengesahan alat bukti pemohon. Selain itu, MK juga wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi atau memperbaiki permohonan dalam waktu maksimal 14 hari

Sementara itu, pemeriksaan persidangan dilaksanakan dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri minimal oleh 7 hakim konstitusi, dimana agenda mencakup mendengar keterangan dari berbagai pihak seperti ahli, saksi, dan pihak terkait serta memeriksa alat bukti.

  1. Pengucapan Putusan

Setelah pemeriksaan selesai, hakim konstitusi mengadakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk mengambil keputusan.

Keputusan diambil secara musyawarah untuk mufakat atau dengan suara terbanyak jika mufakat tidak tercapai. Jika suara terbanyak juga tidak tercapai, suara terakhir ketua sidang pleno menjadi penentu.

Putusan MK ditandatangani oleh hakim yang memeriksa dan panitera, serta memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Dengan tahapan ini, proses judicial review di MK bertujuan untuk memastikan bahwa undang-undang dan peraturan yang berlaku sesuai dengan konstitusi negara, yaitu UUD 1945.