Contoh-contoh Kecurangan dalam Pemilu dan Hukumnya

Contoh-contoh kecurangan pemilu hukum bagi pelaku, termasuk berbagai pasal dalam Undang-undang Pemilu yang menetapkan hukuman bagi pelanggar, seperti pidana penjara dan denda.

Contoh-contoh Kecurangan dalam Pemilu dan Hukumnya
Pemilu 2024 (Sumber: Instagram @bawasluri)

Penasihathukum.com - Indonesia kini sedang merayakan Pesta Demokrasi dengan berpartisipasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Namun, tidak dapat dipungkiri dalam proses pemilu terdapat berbagai bentuk kecurangan. Apa saja contoh-contoh kecurangan dalam pemilu?

Kecurangan dalam pemilu adalah pelanggaran yang tidak bisa dianggap sepele dalam praktik demokrasi. Terdapat contoh-contoh kecurangan dalam pemilu yang kerap terjadi, sehingga menimbulkan dampak negatif dalam sistem politik.

Berikut ini Penasihathukum.com membahas terkait contoh-contoh kecurangan dalam pemilu, serta hukum bagi pelaku kecurangan.

1. Pemalsuan Suara

Pemalsuan suara adalah bentuk kecurangan paling umum dalam pemilihan umum. Ini melibatkan praktik memalsukan surat suara atau tanda tangan pemilih untuk mempengaruhi hasil pemilihan. Pemalsuan suara merusak integritas proses demokratis dengan menciptakan hasil yang tidak mencerminkan kehendak sebenarnya dari pemilih.

2. Pembelian Suara

Pembelian suara terjadi ketika calon atau partai politik memberikan imbalan finansial atau barang kepada pemilih sebagai imbalan atas suara mereka. Praktik ini tidak hanya merusak integritas pemilihan, tetapi juga mengurangi keadilan sosial dan politik dengan memungkinkan kekayaan atau kekuatan ekonomi mempengaruhi hasil pemilihan.

3. Intimidasi

Intimidasi pemilih dapat terjadi dalam bentuk ancaman fisik, tekanan psikologis, atau tindakan lain yang bertujuan untuk memaksa pemilih untuk memilih atau tidak memilih calon tertentu. Praktik ini mengganggu kebebasan berpendapat dan memberikan suara, serta menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak adil bagi pemilih.

4. Manipulasi Penghitungan Suara

Manipulasi penghitungan suara melibatkan perubahan atau manipulasi hasil pemungutan suara untuk menguntungkan calon atau partai tertentu. Tindakan ini merusak kepercayaan publik terhadap integritas proses pemilihan dan menciptakan keraguan tentang keabsahan hasilnya.

5. Manipulasi Media

Manipulasi media melibatkan penyebaran informasi palsu atau penekanan terhadap informasi yang menguntungkan calon atau partai tertentu. Praktik ini dapat memengaruhi persepsi publik dan memanipulasi opini pemilih, mengubah dinamika pemilihan dan hasilnya.

Hukum Pelaku Kecurangan Pemilu

Selain dari kecurangan-kecurangan tersebut, berikut ini merupakan hukuman yang tertulis dalam Undang-undang (UU) Pemilu tentang Ketentuan Pidana Pemilu.

1. Pasal 488 UU Pemilu

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Data diri untuk pengisian daftar pemilih antara lain mengenai nama, tempat dan tanggal lahir, gelar, alamat, jenis kelamin, dan status perkawinan

2. Pasal 490 UU Pemilu

Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

3. Pasal 491 UU Pemilu

Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

4. Pasal 492 UU Pemilu

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Kampanye pemilu sebagaimana dimaksud berupa iklan media massa cetak, media massa elektronik, internet, dan rapat umum. Kampanye tersebut dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dimulainya masa tenang.

5. Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu

Pasal ini menyebutkan 10 larangan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu ketika melakukan kampanye. Larangan tersebut adalah:

  • Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaaan UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”);
  • Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI;
  • Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
  • Menghasut dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat;
  • Mengganggu ketertiban umum;
  • Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu lain;
  • Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
  • Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
  • Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
  • Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 521 dan Pasal 523 ayat (1) UU Pemilu.

6. Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu 

Pasal ini melarang pelaksana dan/atau tim kampanye mengikutsertakan beberapa pihak dalam kegiatan kampanye, seperti hakim agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, aparatur sipil negara, kepala desa dan perangkatnya, anggota TNI/Polri, pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, dan lain-lain.

Sementara itu, pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu, diatur dalam Pasal 493 UU Pemilu yaitu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 belas juta.

7. Pasal 496 UU Pemilu

Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

8. Pasal 497 UU Pemilu

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.

9. Pasal 510 UU Pemilu

Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.

10. Pasal 514 UU Pemilu

Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp240 juta.

Adapun, jumlah surat suara yang seharusnya dicetak adalah jumlah pemilih tetap ditambah dengan 2% dari jumlah pemilih tetap sebagai cadangan. Selain itu, KPU juga menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan ulang sebanyak 1.000 surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus untuk setiap daerah, masing-masing surat suara untuk pasangan calon, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

11. Pasal 516 UU Pemilu

Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/ TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta.