Diatur dalam Undang-undang, Simak Syarat Pendirian Rumah Ibadah di Indonesia
Syarat pendirian rumah ibadah di Indonesia. Pendirian rumah ibadah di Indonesia harus memenuhi berbagai persyaratan administratif, teknis, dan khusus yang diatur dalam undang-undang.
Penasihathukum.com – Undang-undang di Indonesia mengarut tentang syarat pendirian rumah ibadah secara ketat agar proses pembangunannya berjalan dengan lancar.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat yang hendak mendirikan rumah ibadah untuk mengetahui syarat pendirian rumah ibadah.
Dalam ulasan ini, Penasihathukum.com akan membahas tentang syarat pendirian rumah ibadah di Indonesia sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, dan harus ditaati oleh masyarakat.
Pendirian rumah ibadah di Indonesia harus memenuhi berbagai persyaratan administratif, teknis, dan khusus yang diatur dalam undang-undang.
Persyaratan administratif mencakup dokumen-dokumen resmi seperti daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari minimal 90 pengguna rumah ibadah yang disahkan pejabat setempat.
Persyaratan teknis meliputi aspek bangunan seperti rencana gambar dan tata letak bangunan. Selain itu, ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi, yaitu dukungan dari minimal 60 orang masyarakat setempat yang disahkan oleh lurah atau kepala desa, serta rekomendasi tertulis dari kantor departemen agama kabupaten/kota dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota.
Peraturan mengenai pendirian rumah ibadah dapat berbeda di setiap daerah. Misalnya, di Jakarta, pendirian rumah ibadah diatur lebih rinci dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 83 Tahun 2012, yang mengatur prosedur pemberian persetujuan pembangunan rumah ibadah.
Tata cara pendirian rumah ibadah secara umum diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Prosedur pendirian rumah ibadah dimulai dengan pemenuhan persyaratan administratif seperti surat keterangan dari lurah mengenai keperluan nyata dan status tanah, bukti kepemilikan lahan, rencana tata letak dan gambar bangunan, daftar susunan pengurus/panitia pembangunan rumah ibadah, dan rencana anggaran biaya.
Persyaratan khusus lainnya mencakup daftar nama dan KTP calon pengguna rumah ibadah minimal 90 orang, dukungan masyarakat setempat minimal 60 orang, serta rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, FKUB tingkat provinsi, dan walikota atau bupati.
Permohonan pendirian diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadah kepada bupati atau walikota untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan bupati atau walikota harus memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan diajukan.
Penting untuk dicatat bahwa pendirian rumah ibadah harus didasarkan pada keperluan nyata dan jumlah penduduk di wilayah tersebut, serta harus menjaga kerukunan umat beragama dan tidak mengganggu ketentraman serta ketertiban umum.
Selain itu, setiap daerah memiliki peraturan tambahan yang harus dipatuhi. Dengan memenuhi semua persyaratan ini, pendirian rumah ibadah dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.