Marak Film Bajakan, Simak Regulasi Pemerintah dalam UU Hak Cipta

Saat ini sangat marak pembajakan film. Seperti apa regulasi pemerintah dalam UU Hak Cipta untuk melindungi insan perfilman?

Marak Film Bajakan, Simak Regulasi Pemerintah dalam UU Hak Cipta
Ilustrasi industri perfilman (Sumber: Freepik.com)

Penasihathukum.com - Meskipun telah ada regulasi khusus yang mengancam pelaku pembajakan film, tetap saja film bajakan masih terdistribusi dengan baik dan dinikmati oleh masyarakat. Padahal film bajakan sangat merugikan industri perfilman. Pemerintah berupaya melindungi insan perfilman dengan regulasi yang diterapkan dalam Undang-undang (UU) Hak Cipta.

Upaya preventif untuk mencegah maraknya film bajakan tertuang dalam Pasal 54 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).

Pada artikel ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang upaya yang telah dilaksanakan pemerintah dalam melindungi pencipta film dan industri perfilman dari film bajakan. Simak ulasan berikut.

Dalam UU Hak Cipta ditegaskan jika pemerintah melakukan upaya preventif dengan melaksanakan monitoring produksi dan distribusi materi yang melanggar hak cipta dan hak terkait.

Kemudian berkolaborasi dan sinkronisasi dengan berbagai entitas, termasuk platform streaming resmi, untuk mengurangi praktik pembajakan. 

Tak hanya itu, upaya preventif yang dilakukan berupa pengawasan terhadap kegiatan merekam menggunakan berbagai media di tempat-tempat acara untuk mencegah pelanggaran hak terkait.

Perlindungan Hak Cipta terhadap Pencipta Film

Film merupakan bagian dari karya sinematografi yang dilindungi. Terdapat hak eksklusif kepada pencipta dan pemegang hak cipta. Dalam Pasal 4 UU Hak Cipta disebutkan jika hal tersebut mencakup hak ekonomi dan hak moral.

Kemudian, pada Pasal 8  ayat (2) UU Hak Cipta dijelaskan jika hak ekonomi memungkinkan pemilik untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari karya tersebut. Dalam prakteknya, penggunaan karya orang lain memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta.

Sementara itu, dalam Pasal 5 ayat 1 UU Hak Cipta, dijelaskan jika hak moral melekat pada pencipta secara abadi dan tidak dapat dipindahkan selama pencipta masih hidup.

Hak moral mencakup hal-hal seperti mencantumkan nama pencipta pada salinan karya yang digunakan secara publik, penggunaan nama asli atau samaran, modifikasi karya yang sesuai dengan norma masyarakat, mengubah judul atau subjudul, serta mempertahankan hak terhadap karya jika terjadi distorsi atau modifikasi yang merugikan. 

Perlu dicatat bahwa dalam Pasal 59 ayat (1) UU Hak Cipta, disebutkan bahwa perlindungan terhadap karya sinematografi berlaku selama 50 tahun setelah pertama kali diumumkan.