Apakah Hukum Pidana Bisa Ditempuh Jalur Damai?

Apakah Hukum Pidana Bisa Ditempuh Jalur Damai? Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada jenis delik atau tindak pidana yang terjadi.

Apakah Hukum Pidana Bisa Ditempuh Jalur Damai?
Ilustrasi pengeroyokan (Sumber: www.beritamerdekaonline.com)

Penasihathukum.com – Dalam sistem hukum pidana di Indonesia, masyarakat kerap mempertanyakan apakah kasus pidana bisa diselesaikan secara kekeluargaan, atau apakah hukum pidana bisa ditempuh jalur damai?

Masyarakat perlu memahami apakah hukum pidana bisa ditempuh jalur damai, agar dapat menempuh langkah yang tepat ketika dihadapkan pada kasus-kasus pidana.

Dalam ulasan ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang apakah hukum pidana bisa ditempuh jalur damai. Terlebih, dalam banyak perkara biasanya melalui proses pengadilan yang panjang dan rumit.

Pertanyaan tentang apakah hukum pidana bisa diselesaikan melalui jalur damai sering muncul di masyarakat.

Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada jenis delik atau tindak pidana yang terjadi.

Di dalam hukum pidana Indonesia, terdapat dua jenis delik yang mempengaruhi bagaimana suatu perkara diproses: delik aduan dan delik biasa.

  1. Delik Biasa

Delik biasa adalah tindak pidana yang proses hukumnya tidak memerlukan pengaduan atau laporan dari korban untuk dapat diproses.

Dalam kasus delik biasa, meskipun korban telah memaafkan pelaku atau mencabut laporannya, penyidik tetap memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses hukum.

Hal ini disebabkan karena tindak pidana yang tergolong delik biasa dianggap sebagai pelanggaran terhadap kepentingan umum, sehingga negara tetap harus menindak pelaku tanpa memerlukan persetujuan dari korban.

Contoh delik biasa:

  • Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
  • Pencurian (Pasal 362 KUHP)
  • Penggelapan (Pasal 372 KUHP)
  • Penganiayaan (Pasal 351 KUHP)
  • Pemerkosaan (Pasal 285 KUHP)
  • Perampokan (Pasal 365 KUHP)

Dalam kasus-kasus ini, meskipun pelaku dan korban mencapai kesepakatan damai, proses hukum tetap harus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  1. Delik Aduan

Berbeda dengan delik biasa, delik aduan hanya bisa diproses jika ada pengaduan atau laporan dari korban. Artinya, proses hukum hanya akan berjalan jika korban atau pihak yang dirugikan secara resmi mengadukan tindak pidana tersebut kepada pihak berwajib.

Jika korban menarik kembali pengaduannya dalam jangka waktu tertentu, maka proses hukum dapat dihentikan. Hal ini membuka peluang bagi pelaku dan korban untuk menyelesaikan masalah secara damai atau kekeluargaan tanpa harus melanjutkan proses hukum ke pengadilan.

Contoh delik aduan:

  • Perzinaan (Pasal 284 KUHP)
  • Pencemaran Nama Baik (Pasal 310 KUHP)
  • Fitnah (Pasal 311 KUHP)
  • Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP)
  • Pelanggaran Merek (Pasal 90 UU Merek)

Menurut Pasal 75 KUHP, korban atau pihak yang mengajukan pengaduan dalam kasus delik aduan memiliki hak untuk menarik kembali pengaduannya dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan. Jika pengaduan ditarik, proses hukum dapat dihentikan.

Dalam praktiknya, jalur damai atau penyelesaian secara kekeluargaan lebih mungkin diterapkan pada kasus delik aduan.

Jika korban dan pelaku sepakat untuk berdamai, korban bisa mencabut pengaduannya, dan proses hukum pun bisa dihentikan. Ini sering terjadi dalam kasus-kasus yang melibatkan hubungan pribadi atau keluarga, seperti perzinahan atau pencemaran nama baik.

Namun, untuk delik biasa, perdamaian antara pelaku dan korban tidak akan menghalangi proses hukum. Meskipun ada kesepakatan damai, penyidik, jaksa, dan hakim tetap harus melanjutkan proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena kasus ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap kepentingan umum, bukan hanya terhadap individu tertentu.

Dalam hukum pidana Indonesia, jalur damai bisa ditempuh tergantung pada jenis deliknya. Untuk delik aduan, proses hukum dapat dihentikan jika ada kesepakatan damai antara pelaku dan korban, dan korban mencabut pengaduannya.

Sebaliknya, untuk delik biasa, proses hukum tetap akan berjalan meskipun ada perdamaian, karena tindak pidana tersebut dianggap merugikan kepentingan umum.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan antara delik aduan dan delik biasa dalam konteks penyelesaian kasus pidana melalui jalur damai.