Hukum Screenshot tanpa Izin, Apakah Termasuk Pelanggaran?
Dalam keseharian kerap ditemukan penyebaran screenshot atau tangkapan layar tanpa izin. Seperti apa hukum screenshot tanpa izin

Penasihathukum.com - Saat ini tangkap layar atau screenshot kerap dilakukan untuk menyimpan informasi penting ke gawai, bisa berbentuk percakapan (chat), dan informasi-informasi lainnya, screenshot juga bisa digunakan sebagai barang bukti. Bagaimana hukum screenshot tanpa izin, apakah hal tersebut termasuk dalam pelanggaran?
Adalah penting untuk mengetahui hukum screenshot tanpa izin, karena dengan melakukannya bisa menjadi potensi pelanggaran hukum dalam aspek pelanggaran privasi.
Dalam ulasan ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang hukum screenshot tanpa izin serta pasal apa saja yang bisa menjerat pelaku.
Screenshot tanpa Izin
Screenshot disebut juga screen capture atau tangkapan layar. Screenshot tak jarang digunakan untuk mengambil gambar layar percakapan di media sosial seperti WhatsApp.
Orang-orang yang menyebarkan screenshot percakapan dengan seseorang, kemudian menyebarkannya kepada orang lain, atau ke banyak penerima, baik grup atau pun broadcast, bisa diancam KUHP atau UU Nomor 1 Tahun 2023, Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pencemaran Nama Baik
Screenshot yang disebarkan dan mengandung pencemaran nama baik merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 310 KUHP, dimana pelaku bisa terancam dengan penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp4,5 juta.
Kendati demikian, Pasal 310 KUHP juga menegaskan, apabila dilakukan demi kepentingan umum atau dilakukan karena terpaksa untuk membela diri maka tidak termasuk dalam pencemaran nama baik.
Sementara itu, dalam Pasal 433 UU Nomor 1 Tahun 2023 yang akan berlaku pada tahun 2026, dijelaskan jika tindakan tersebut bisa diancam pidana penjara maksimal 1 tahun 6 bulan dan atau denda paling banyak Rp50 juta. Perbuatan tidak dianggap sebagai pencemaran nama baik jika bertujuan untuk l=kepentingan umum atau dilakukan karena terpaksa.
Selain itu, pencemaran nama baik juga diatur dalam UU ITE. Pelaku penyebar screenshot tanpa izin yang mengandung pencemaran nama baik bisa diancam dengan penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp400 juta.
Kemudian, ancaman pencemaran nama baik juga diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2024, dimana pelaku bisa dipidana penjara maksimal 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Kendati demikian, ancaman tersebut hanya bisa menjerat pelaku apabila korban melakukan pengaduan secara hukum.
Perlindungan Data Pribadi
Apabila dalam screenshot yang disebarkan mengandung data pribadi, seperti nama lengkap, tulisan, dan atau gambar yang bisa mengidentifikasi seseorang dapat dipidanakan.
Perlu diketahui data pribadi adalah data perseorang yang dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik.
Pelaku yang mengungkap data pribadi bukan miliknya bisa dijerat dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp4 miliar berdasarkan Pasal 67 Ayat 2 UU PDP.
Pengecualian
Terdapat pengecualian dimana screenshot bisa dilakukan tanpa izin, seperti untuk keperluan pribadi atau dokumentasi pribadi dengan tujuan pembelajaran. Lalu untuk kepentingan umum, misalnya pelaporan tindak pidana atau untuk mengungkapkan informasi penting kepada publik. Terakhir, screenshot dengan persetujuan dari pemilik informasi.