Aturan Penggunaan Senjata Api oleh Polisi, Kapan Mereka Diperbolehkan Menembak?

Aturan penggunaan senjata api oleh polisi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri dan Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan.

Aturan Penggunaan Senjata Api  oleh Polisi, Kapan Mereka Diperbolehkan Menembak?
Polisi (Sumber: Instagram @svarabhayangkara)

Penasihathukum.com – Polisi merupakan aparat peneak hukum yang dibekali dengan senjata abi dalam menjalankan tugasnya. Tentu saja, penggunaan senjata api tidak boleh dilakukan sembarangan. Terdapat aturan tegas yang mengatur penggunaannya.  Seperti apa aturan penggunaan senjata api oleh polisi dan kapan mereka diperbolehkan menembak?

Penting untuk mengetahui aturan penggunaan senjata api oleh polisi, terlebih jika terjadi kesalahan pemahaman tentang aturan tersebut bisa memicu kontroversi terkait penembakan yang dilakukan oleh aparat  kepolisian.

Dalam ulasan  kali ini, Penasihathukum.com akan menjawab pertanyaan terkait aturan penggunaan senjata api oleh polisi dan kapan mereka diperbolehkan menembak. Simak penjelasan berikut ini.

Aturan Penggunaan Senjata Api oleh Polisi

Polisi memiliki wewenang untuk menggunakan senjata api dalam kondisi tertentu yang diatur secara ketat oleh undang-undang dan peraturan.

Dasar hukum utama mengenai hal ini adalah Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mencakup wewenang polisi seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

Penggunaan senjata api oleh polisi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri dan Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan.

Secara spesifik, Pasal 47 Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 menyebutkan bahwa senjata api hanya boleh digunakan untuk melindungi nyawa manusia.

Polisi boleh menggunakan senjata api jika mereka atau orang lain berada dalam bahaya serius yang mengancam keselamatan jiwa. Penggunaan senjata api diperbolehkan untuk mencegah terjadinya kejahatan berat yang dapat menyebabkan kerugian besar.

Prosedur Sebelum Menggunakan Senjata Api

Sebelum menggunakan senjata api, polisi harus memberikan peringatan yang jelas kepada target agar berhenti. Namun, dalam situasi mendesak di mana jarak terlalu dekat, peringatan tidak perlu diberikan karena tidak ada waktu untuk bereaksi.

Diskresi Kepolisian

Kepolisian memiliki kewenangan diskresi, yaitu keputusan atau tindakan yang diambil untuk mengatasi situasi konkret yang tidak diatur secara jelas oleh hukum.

Hal ini diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf L UU No. 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Tindakan diskresi haruslah tidak bertentangan dengan hukum, selaras dengan kewajiban hukum, masuk akal dan dalam batas kewenangan jabatan, berdasarkan pertimbangan keadaan yang memaksa, dan menghormati hak asasi manusia.

Selain itu, polisi tidak boleh mengeksekusi mati pelaku yang diduga melakukan tindak pidana, termasuk perampokan dan terorisme. Eksekusi mati hanya boleh dilakukan oleh regu tembak yang ditentukan oleh undang-undang setelah ada putusan pidana mati yang berkekuatan hukum tetap, sesuai dengan UU No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Menembak mati pelaku tindak pidana dapat dibenarkan jika dilakukan dalam pembelaan terpaksa atau keadaan darurat, sesuai dengan Pasal 49 KUHP.

Pembelaan terpaksa ini dilakukan untuk melindungi diri sendiri atau orang lain dari serangan yang sangat dekat dan melawan hukum.

Jika keluarga merasa bahwa penembakan oleh polisi melanggar hukum, mereka dapat menempuh upaya hukum praperadilan sesuai Pasal 79 dan Pasal 77 KUHAP. Praperadilan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri untuk menguji keabsahan tindakan polisi.