Menjadi Salah Satu Penegak Hukum, Siapa yang Berhak Menghukum Polisi yang Melakukan Tindak Pidana

Siapa yang berhak menghukum polisi yang melakukan tindak pidana. Dasar hukum yang mengatur proses mengadili anggota kepolisian di Indonesia tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Kepolisian.

Menjadi Salah Satu Penegak Hukum, Siapa yang Berhak Menghukum Polisi yang Melakukan Tindak Pidana
Polri (Sumber: Instagram @svarabhayangkara)

Penasihathukum.com – Polisi merupakan salah satu penegak hukum dan memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Lalu bagaimana jika oknum polisi melakukan pelanggaran hukum? Siapa yang berhak menghukum polisi tersebut?

Pertanyaan siapa yang berhak menghukum polisi yang melakukan pelanggaran kerap memicu perdebatan dan kebingungan di masyarakat. Penting untuk memahami seperti apa mekanisme penegakan hukum yang melibatkan oknum polisi untuk memastikan jika tidak ada yang kebal hukum.

Melalui artikel ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang siapa yang berhak menghukum polisi yang melakukan tindakan pidana atau pelanggaran hukum, agar keadilan dapat ditegakkan secara merata dan tanpa pandang bulu.

Dasar hukum yang mengatur proses mengadili anggota kepolisian di Indonesia tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Kepolisian. Menurut pasal ini, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Artinya, peradilan pidana bagi anggota Polri dilakukan sesuai hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum, bukan peradilan militer.

Pemeriksaan anggota kepolisian di tingkat penyidikan dilakukan dengan memperhatikan kepangkatan, sebagai berikut:

  1. Tamtama diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Bintara.
  2. Bintara diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Bintara.
  3. Perwira Pertama diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Bintara.
  4. Perwira Menengah diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Perwira Pertama.
  5. Perwira Tinggi diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Perwira Menengah.

Selain itu, tersangka atau terdakwa anggota kepolisian dapat ditempatkan di ruang tahanan yang terpisah dari tersangka atau terdakwa lainnya.

Mereka juga dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas kepolisian sejak proses penyidikan hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Penuntutan terhadap anggota kepolisian dilakukan di lingkungan peradilan umum oleh jaksa penuntut umum. Pemeriksaan di muka sidang pengadilan juga dilakukan oleh hakim peradilan umum.

Jika sudah didakwa dan dijatuhi vonis, pembinaan narapidana anggota kepolisian dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan.

Sementara itu, pemberhentian anggota kepolisian hanya bisa dilakukan  oleh pihak yang berwenang yaitu Presiden Republik Indonesia yang memiliki wewenang memberhentikan anggota kepolisian berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi. Kemudian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang memberhentikan anggota kepolisian berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) atau yang lebih rendah.

Jika seorang anggota kepolisian melakukan pelanggaran kedisiplinan, ia dapat diberikan hukuman disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003.

Dengan aturan ini, diharapkan proses peradilan dan penegakan hukum terhadap anggota kepolisian dapat berjalan transparan dan adil.