Memahami Diskresi: Ruang Lingkup, Tujuan, dan Syarat

Ruang lingkup, tujuan, dan syarat diskresi

Memahami Diskresi: Ruang Lingkup, Tujuan, dan Syarat
Ilustrasi pengambilan keputusan (Sumber: Freepik.com @pressfoto)

Penasihathukum.com - Meskipun menjadi solusi dalam ketidakjelasan situasi dan aturan, diskresi berpotensi terhadap penyalahgunaan kebijaksanaan dan membuka potensi ketidakadilan dan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, perlu dipahami secara mendalam terkait diskresi mulai dari ruang lingkup, tujuan, hingga syarat

Penting untuk memahami diskresi, karena diskresi menjadi instrumen penting untuk penyelesaian dari persoalan yang tidak tercakup dalam perundang-undangan yang kaku.

Melalui artikel ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang disskresi, mulai dari ruang lingkup, tujuan, dan syarat agar diskresi dapat dipahami dengan baik sehingga bisa digunakan sebagai alat keadilan.

Secara sederhana, diskresi dapat diartikan sebagai kebebasan yang diberikan kepada pejabat pemerintahan untuk mengambil keputusan sendiri dalam situasi yang tidak diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan.

Kewenangan ini memungkinkan pejabat untuk mempertimbangkan berbagai faktor dan kondisi yang unik dalam suatu perkara, sehingga tercapainya solusi yang lebih adil dan tepat sasaran.

Namun, perlu diingat bahwa diskresi bukan kekuasaan absolut. Pejabat yang menggunakan diskresi harus tetap berpedoman pada hukum dan nilai-nilai keadilan. Keputusan yang diambil harus berlandaskan alasan yang jelas dan masuk akal, serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Diskresi dalam konteks pemerintahan merujuk pada keputusan dan tindakan yang diambil oleh pejabat pemerintahan dalam situasi tertentu, yang tidak selalu diatur secara rinci oleh peraturan hukum.

Ruang Lingkup Diskresi

Diskresi terjadi ketika peraturan hukum memberikan pilihan atau kewenangan kepada pejabat pemerintahan untuk mengambil keputusan atau tindakan. Contohnya, istilah "dapat," "boleh," atau "diberikan kewenangan" menunjukkan adanya ruang bagi pejabat untuk bertindak.

Selain itu, diskresi juga muncul saat hukum tidak mengatur atau tidak lengkap dalam suatu situasi tertentu. Ini bisa terjadi karena kekosongan hukum, ketidakjelasan, atau perlunya penyesuaian dengan kondisi nyata seperti bencana alam atau konflik sosial.

Tujuan Diskresi

Penggunaan diskresi memiliki beberapa tujuan utama, antara lain:

  1. Memperlancar penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Mengisi kekosongan hukum yang ada.
  3. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
  4. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan darurat atau kondisi mendesak demi kepentingan umum.

Stagnasi pemerintahan dapat terjadi akibat bencana alam, krisis kemanusiaan, atau gejolak politik yang memerlukan respons cepat dan fleksibel dari pemerintah.

Syarat Penggunaan Diskresi

Agar penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintahan dapat dianggap sah dan sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, harus memenuhi beberapa syarat:

  1. Konsistensi dengan tujuan penggunaan diskresi.
  2. Berdasarkan prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik.
  3. Didasarkan pada alasan objektif, yang bermakna berdasarkan fakta dan kondisi faktual yang ada, dan tidak didasarkan pada preferensi pribadi.
  4. Tidak menimbulkan konflik kepentingan.
  5. Dilakukan dengan itikad baik, yaitu didasarkan pada motif kejujuran dan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik.

Selain syarat-syarat tersebut, penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran harus memperoleh persetujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

Jika penggunaan diskresi berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat atau terjadi dalam keadaan darurat, pejabat harus memberitahukan dan melaporkan kepada atasan sesuai prosedur yang ditetapkan.

Penggunaan diskresi dalam pemerintahan memegang peranan penting dalam menghadapi situasi yang tidak terduga atau tidak tertutupi oleh peraturan hukum yang eksplisit.

Namun, untuk menjaga integritas dan keadilan, penggunaan diskresi haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh hukum.

Dengan demikian, diskresi bukan hanya merupakan wewenang, tetapi juga tanggung jawab yang memerlukan pertimbangan matang dan transparansi dalam pelaksanaannya.