Memahami Istilah Hukum, Simak Apa yang Dimaksud dengan Saksi Mahkota
Apa yang dimaksud dengan saksi mahkota? Saksi mahkota adalah terdakwa atau tersangka yang bersedia memberikan kesaksian terhadap terdakwa atau tersangka lainnya dalam kasus yang sama.

Penasihathukum.com – Dalam dunia peradilan terdapat istilah saksi mahkota yang mewarnai kompleksitas kasus pidana. Apa yang dimaksud dengan saksi mahkota?
Perlu dipahami, apa yang dimaksud dengan saksi mahkota yaitu sosok saksi yang mempunyai posisi unik dimana saksi awalnya berstatus sebagai tersangka atau terdakwa, tetapi kemudian beralih menjadi saksi padahal dalam perkara yang sama.
Dalam ulasan ini, Penasihathukum.com akan membahas tentang apa yang dimaksud dengan saksi mahkota, sehingga pembaca bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih komprehensif dalam sistem peradilan pidana.
Menurut Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Saksi mahkota (kroongetuide) berbeda dengan saksi biasa. KUHAP tidak memberikan definisi resmi terkait saksi mahkota.
Saksi mahkota adalah terdakwa atau tersangka yang bersedia memberikan kesaksian terhadap terdakwa atau tersangka lainnya dalam kasus yang sama.
Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 2437 K/Pid.Sus/2011, saksi mahkota adalah saksi yang berasal dari salah satu tersangka atau terdakwa lainnya yang terlibat dalam tindak pidana yang sama.
Sebagai imbalan, saksi mahkota mungkin mendapatkan keringanan hukuman, tidak dituntut, atau mendapatkan hukuman yang lebih ringan.
Meskipun istilah saksi mahkota tidak disebutkan dalam KUHAP, praktik ini sudah ada sebelum KUHAP diberlakukan dan biasa digunakan sebagai alat bukti. Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor B-69/E/02/1997 juga menjelaskan bahwa saksi mahkota sering digunakan dalam kasus dimana terdakwa satu dijadikan saksi untuk terdakwa lainnya ketika bukti lain minim.
Dalam praktiknya, agar terdakwa satu dapat memberikan kesaksian terhadap terdakwa lainnya, berkas perkara mereka dipisah (splitsing) sesuai Pasal 142 KUHP. Hal ini dilakukan agar keterangan terdakwa dalam satu perkara tidak digunakan untuk menghukumnya dalam perkara yang sama.
Saksi mahkota adalah salah satu cara untuk mengungkap kebenaran dalam kasus pidana, terutama ketika bukti lainnya terbatas. Namun, penggunaannya harus hati-hati dan didukung oleh bukti tambahan untuk memastikan keabsahan dan kekuatan pembuktian di pengadilan.