5 Alasan Kenapa Pasal 27 ayat (3) UU ITE Disebut Pasal Karet
UU ITE disebut pasal karet karena berbagai alasan, terlebih UU ini menjerat secara subjektif.
Penasihathukum.com - Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kerap disebut sebagai pasal karet. Apa yang menjadi alasan kenapa pasal 27 ayat (3) UU ITE disebut pasal karet?
Pasal karet merupakan istilah untuk menyebutkan pasal dalam UU yang mempunyai definisi ambigu, tidak jelas, dan multitafsir, serta bersifat lentur seperti karet. Ada beberapa alasan kenapa pasal 27 ayat (3) UU ITE disebut pasal karet, salah satunya adalah karena dimanfaatkan untuk menjerat tindakan-tindakan yang bersifat subjektif dan berpotensi pada penyalahgunaan.
Berikut ini, Penasihathukum.com akan membahas tentang lima alsan kenapa Pasal 27 ayat (3) UU ITE disebut pasal karet.
- Ambigu
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sering disebut "pasal karet" karena terdapat frasa seperti "penghinaan" dan "pencemaran nama baik" tanpa definisi yang jelas. Ini membuat orang dapat menafsirkannya dengan berbagai cara, dan ada kemungkinan orang-orang tertentu memanfaatkannya dengan cara yang tidak benar.
Contohnya, kata "penghinaan" dan "pencemaran nama baik" ini bisa dimaknai secara berbeda oleh setiap orang. Apa yang dianggap penghinaan atau pencemaran nama baik oleh satu orang belum tentu sama bagi orang lain.
Hal ini bisa memunculkan perbedaan pendapat dan bahkan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menekan atau menyudutkan orang lain tanpa alasan yang jelas.
Jadi, masalahnya terletak pada ketidakjelasan definisi kata-kata tersebut dalam UU ITE. Seandainya definisi dan batasannya lebih jelas, maka orang-orang akan lebih memahami apa yang sebenarnya diatur oleh hukum tersebut dan penggunaannya tidak akan disalahgunakan.
- Multitafsir
Ketidakjelasan definisi di dalam pasal tentang karet memungkinkan berbagai interpretasi. Situasi ini dapat memberikan kesempatan bagi penegak hukum untuk menafsirkan pasal tersebut secara subjektif, yang berpotensi mengakibatkan keterlibatan orang-orang yang mengkritik pemerintah atau tokoh publik.
- Mengancam Kebebasan Berpendapat
Karakter multitafsir dari pasal karet dapat menciptakan atmosfer ketakutan dan menekan kritik. Individu menjadi ragu untuk menyuarakan pendapat mereka secara daring karena takut akan konsekuensi yang mungkin timbul dari penerapan pasal tersebut.
- Berpotensi Disalahgunakan
Pasal karet dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau politik yang tidak benar. Sebagai contoh, pasal tersebut dapat digunakan untuk menekan kritik terhadap pemerintah, menyerang lawan politik, atau bahkan untuk melakukan pemerasan terhadap individu lainnya.
- Membungkam Kritik
Dalam beberapa kasus, pasal karet telah dimanfaatkan untuk menyalibkan individu yang mengkritik pemerintah atau tokoh publik, bahkan ketika kritik tersebut disampaikan dengan cara yang konstruktif. Kejadian ini menyoroti potensi penyalahgunaan pasal karet yang perlu dipertimbangkan dengan serius.
Definisi "penghinaan" dan "pencemaran nama baik" dalam pasal karet UU ITE dianggap memiliki kesamaan dengan ketentuan dalam KUHP yang dianggap represif. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pasal karet dapat digunakan untuk memadamkan kritik dan mempersempit ruang demokrasi.