Cermati Jenis-jenis PHK dan Dasar Hukumnya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan keputusan dari sebuah perusahaan untuk mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan, yang dapat disebabkan oleh berbagai alasan
Penasihathukum.com - Istilah PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja pasti sudah tidak asing lagi. PHK merupakan proses atau keputusan dari suatu perusahaan untuk memutus atau mengakhiri hubungan kerja dengan karyawannya. Apa saja jenis-jenis PHK, dan seperti apa dasar hukumnya?
Sebelum membahas tentang jenis-jenis PHK dan dasar hukumnya, perlu diketahui jika PHK dapat terjadi karena beragam alasan, seperti restrukturisasi perusahaan, adanya penurunan kinerja, pengurangan biaya, dan lain-lain.
Proses PHK juga diatur oleh hukum ketenagakerjaan yang berlaku. Berikut ini merupakan jenis-jenis PHK dan dasar hukumnya.
Jenis-jenis PHK
Terdapat empat jenis PHK berdasarkan Undang-undang (UU) Cipta Kerja
1. PHK demi Hukum
Jenis PHK ini terjadi karena berakhirnya waktu perjanjian kerja antara perusahan dengan karyawan. PHK demi hukum terjadi karena beberapa penyebab, yaitu kematian pekerja, pensiunn, atau permintaan dari perusahaan untuk memutuskan hubungan kerja.
2. PHK karena Pelanggaran Perjanjian Kerja
Pemutusan hubungan kerja jenis ini terjadi apabila pekerja secara sukarela mengundurkan diri atau melanggar perjanjian kerja. Penting untuk dicatat bahwa jenis pemutusan hubungan kerja ini didasarkan pada keputusan pekerja itu sendiri dan bukannya dimandatkan secara hukum.
3. PHK karena Kondisi Tertentu
Kondisi tertentu dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja, seperti jika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, perusahaan mengalami pemutusan hubungan kerja, kebangkrutan, atau kerugian berkelanjutan. Namun secara umum, pekerja dapat mengajukan pengunduran diri secara sukarela dalam keadaan ini.
4. PHK karena Kesalahan Berat
Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan bagi pekerja yang terbukti melakukan kesalahan yang berat. Berikut beberapa contoh kesalahan yang tergolong berat sebagaimana diatur dalam PP 35/2021:
1) Mencuri atau menggelapkan properti perusahaan;
2) Menggunakan atau menyebarkan alkohol, narkotika, psikotropika, atau zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
3) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di tempat kerja;
4) Mengancam, melecehkan, atau mengintimidasi rekan kerja;
5) Membocorkan rahasia perusahaan;
6) Melakukan tindakan lain di perusahaan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, dsb.
Ketentuan PHK setelah Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022
Regulasi ini mengatur tentang alasan yang bisa dan tidak bisa digunakan oleh perusahan untuk melakukan PHK, terlebih perusahaan tidak dapat melakukan PHK karyawannya dengan semena-mena.
1. Alasan yang Diperbolehkan
Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dalam berbagai situasi. Pertama, jika perusahaan mengalami restrukturisasi seperti penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, yang berdampak pada kebutuhan untuk mengurangi jumlah karyawan.
Selanjutnya, dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengatasi kerugian finansial, perusahaan mungkin menerapkan langkah-langkah efisiensi yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja.
Kadang-kadang, perusahaan bahkan mungkin berhenti beroperasi sepenuhnya karena kerugian berkelanjutan selama periode tertentu, atau karena keadaan force majeure yang tidak dapat dihindari.
Pemutusan hubungan kerja juga dapat terjadi jika perusahaan mengalami penundaan pembayaran utang atau jika pekerja mengajukan permintaan pemutusan hubungan kerja atas alasan-alasan seperti kekerasan fisik atau verbal, pelecehan, ancaman, atau gagalnya perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang dijanjikan kepada pekerja.
Selain itu, pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas inisiatif pekerja sendiri, seperti pengunduran diri sukarela, atau karena pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja terhadap ketentuan dalam perjanjian kerja dan peraturan perusahaan, bahkan hingga pekerja meninggal dunia atau mencapai usia pensiun.
Dalam beberapa kasus, keputusan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja juga dapat dipengaruhi oleh putusan Badan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jika pemberi kerja tidak mampu menyelesaikan masalah internal secara memadai.
2. Alasan PHK yang Dilarang
Pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak boleh dilakukan atas dasar sejumlah alasan tertentu yang dilarang secara hukum.
Ini termasuk situasi di mana seorang pekerja sedang cuti medis yang berkepanjangan melebihi 12 bulan, atau ketika mereka absen dari pekerjaan karena kewajiban hukum kepada negara.
Selain itu, pemutusan hubungan kerja juga dilarang ketika terjadi diskriminasi berdasarkan perbedaan pandangan, agama, keyakinan politik, etnis, warna kulit, kelas sosial, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
Perlindungan juga diberikan kepada pekerja yang terlibat dalam perayaan keagamaan yang diamanatkan oleh keyakinan mereka, serta kepada pekerja yang sedang dalam situasi seperti pernikahan, kehamilan, persalinan, aborsi, atau menyusui bayi mereka.
Tindakan pemutusan hubungan kerja juga tidak dibenarkan jika terkait dengan keanggotaan dalam serikat pekerja atau serikat buruh, melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh pemberi kerja kepada pihak berwenang, atau terkait dengan kondisi kesehatan pekerja seperti cacat permanen, penyakit terkait pekerjaan, atau pemulihan yang tidak pasti menurut penilaian profesional medis.
Dasar Hukum PHK
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Pengalihdayaan, Jam Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.