Tidak Boleh Anarkis ketika Unjuk Rasa, Begini Hukum Merusak Fasilitas Umum

Hukum merusak fasilitas umum dapat dikenakan sanksi pidana. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan KUHP Pasal 170 ayat (1) dengan jelas mengatur sanksi bagi pelaku perusakan tersebut.

Tidak Boleh Anarkis ketika Unjuk Rasa, Begini Hukum Merusak Fasilitas Umum
Perusakan fasilitas umum (Sumber: Antaranews)

Penasihathukum.com – Di negara demokrasi, unjuk rasa adalah hak konstitusional yang dijamin undang-undang. Namun, tidak jarang unjuk rasa berujung anarkis dan merusak fasilitas umum. Tak ayal, pelaku bisa saja ditangkap dan dihukum. Seperti apa hukum merusak fasilitas umum?

Penting untuk mengetahui hukum merusak fasilitas umum, agar tidak berlaku anarkis hingga merusak fasilitas saat menyuarakan pendapat. Karena hal tersebut hanya akan merugikan negara dan masyarakat luas.

Melalui artikel ini, Penasihathukum.com akan mengulas tentang hukum merusak fasilitas umum, agar masyarakat yang berunjuk rasa bisa melakukannya secara damai dan tertib serta terhindar dari hukuman.

Unjuk rasa adalah bentuk ekspresi kebebasan berpendapat yang diakui dan dilindungi oleh hukum di Indonesia.

Namun, dalam melaksanakan unjuk rasa, tindakan anarkis seperti merusak fasilitas umum tidak dapat dibenarkan. Tindakan perusakan fasilitas umum, selain merugikan banyak pihak, juga memiliki konsekuensi hukum yang serius bagi pelakunya. Berikut dasar hukum dan sanksi merusak fasilitas umum.

  1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Dalam undang-undang ini, Pasal 28 ayat (2) mengatur tentang larangan melakukan perbuatan yang menyebabkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.

Perbuatan merusak rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan termasuk dalam kategori gangguan ini.

Sanksi bagi pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 275 ayat (2), yang menyatakan bahwa siapa saja yang merusak fasilitas-fasilitas tersebut dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 170 ayat (1)

Pasal ini mengatur tindakan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama terhadap orang atau barang di tempat umum.

Dalam konteks unjuk rasa, perusakan fasilitas umum yang dilakukan secara berkelompok termasuk dalam kategori ini. Pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Meskipun unjuk rasa merupakan hak yang dilindungi, penting bagi setiap peserta aksi untuk memahami batasan hukum yang ada.

Merusak fasilitas umum tidak hanya melanggar hak orang lain, tetapi juga melanggar hukum yang dapat berujung pada hukuman penjara dan denda yang berat.

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu yang berpartisipasi dalam unjuk rasa untuk menjaga ketertiban dan menghormati hukum agar tujuan dari aksi tersebut dapat tercapai tanpa harus menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas.

Tindakan merusak fasilitas umum dalam unjuk rasa adalah tindakan yang melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan KUHP Pasal 170 ayat (1) dengan jelas mengatur sanksi bagi pelaku perusakan tersebut.

Dalam menggunakan hak untuk berunjuk rasa, setiap warga negara perlu bertanggung jawab dan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain atau merusak fasilitas publik.